Lubang hitam mampu menelan berbagai benda angkasa. Semakin banyak yang ia telan, semakin besar daya hisapnya. Namun resikonya tidak hanya itu. Lubang hitam merupakan wilayah luar angkasa yang dapat menelan gas, debu, bintang, planet, maupun benda angkasa lain yang ada dalam suatu galaksi. Gaya tarik gravitasinya sangat kuat. Sebuah planet yang melintas di sekitarnya tidak akan selamat dari hisapan lubang itu.
Banyak astronom khawatir aktivitasnya yang semakin liar yang
mampu menelan planet Bumi. Lantas apakah yang membuat sebuah lubang hitam mampu
menyedot benda-benda angkasa di sekitarnya?
Sebenarnya ada teori yang
menyebutkan, daya hisap sebuah lubang hitam bisa melemah lalu ia akan masuk ke
fase tidur, berhenti memakan benda angkasa. Menurut George Helou, dari Spitzer
Science Center NASA di Institut Teknologi California, lubang hitam di galaksi
kita saat ini sedang dalam fase tidur itu.
Lubang hitam yang disebut
Sagitarius A itu letaknya berada di tengah galaksi Bima Sakti. Scherbakov,
astronom dari Pusat Astrofisika Harvard mengatakan, lubang hitam di galaksi
Bima Sakti hanya memakan 0,01% bintang di sekelilingnya.
Namun selanjutnya
peneliti juga menemukan fakta, lubang hitam senantiasa berevolusi, sehingga
bisa jadi akan aktif lagi suatu hari nanti. Semakin banyak ia menelan bintang,
semakin cepat pula proses evolusinya.
Menurut data yang didapat
dari teleskop luar angkasa, selama beberapa tahun terakhir ini, semakin banyak
lubang hitam menelan benda angkasa. Selain itu, dikatakan bahwa semakin banyak
ia menghisap benda angkasa, semakin besar pula daya sedotnya. Ini dikarenakan
peningkatan unsur ion di dalamnya.
Namun tidak hanya
berevolusi, belakangan juga diketahui lubang-lubang hitam yang ada di berbagai
galaksi juga saling bergabung. Berbagai benda angkasa yang masuk ke dalam
lubang hitam mengandung banyak energi dalam jumlah besar.
Sehingga gabungan antar
lubang hitam tentunya juga meningkatkan jumlah energi yang dimilikinya. Energi
ini dapat mengendalikan alur keluar masuk gas dan debu ke luar lubang.
Tidak hanya debu dan gas,
para astronom meyakini bahwa hisapan sebuah lubang hitam juga banyak melepaskan
sinar-X dan gelombang radioaktif. Namun jumlah radiasi sinar X yang mereka
amati belum dapat dijelaskan. Yang jelas, semuanya itu mempengaruhi
perkembangan galaksi dimana tempat lubang hitam itu berada.
Memahami proses, cara
kerja dan evolusi lubang hitam adalah penting untuk menjelaskan formasi galaksi
bima sakti dan keutuhan bumi di masa depan. Mempelajari radiasi dan interaksi
antargalaksi dapat membuat kita paham akan besarnya medan gravitasi, gaya
magnet, dan proses radiasi lubang hitam.
“Kami telah mempelajari
data dari teleskop ruang angkasa selama beberapa tahun terakhir, dan menemukan
bahwa semakin cepat lubang hitam melahap material angkasa, maka semakin tinggi
daya ionisasinya,” ujar David Ballantyne, asisten profesor fisika Georgia
Institute of Technology.
Ahli fisika angkasa saat
ini belum memiliki penjelasan yang cukup mengenai daya sedot lubang hitam dan
bagaimana pertumbuhannya atau apa yang membuat lubang hitam tertentu berhenti
berkembang. Tapi yang jelas, lubang hitam dan cakram di sekitarnya akan
memengaruhi benda-benda langit.
“Penghisapan lubang hitam
atas benda angkasa melepaskan banyak energi. Tidak hanya radiasi, tapi juga gas
yang dilepaskan sampai jauh ke luar galaksi. Gas ini dapat mengubah susunan
letak bintang, dan menghentikan perkembangan galaksi,” ujar Ballantyne.
“Daya hisap lubang hitam
masih terus dipelajari. Ada yang berkembang dan ada juga yang mati. Mempelajari
ini penting untuk mengetahui bentuk dan perubahan susunan galaksi kita,” tambah
Ballantyne.
Lubang hitam memang
menyedot benda angkasa. Bumi beresiko ditelan olehnya. Namun risikonya ternyata
tidak hanya itu. Gas yang disemburkan dari dalamnya pun dapat membuat benda
angkasa bergeser, dan bahkan mungkin bertabrakan.
Keberadaan wormhole dalam
teori dimulai ketika Albert Einstein memperkenalkan Teori Relativitas Umum.
Einstein menunjukkan bahwa massa bisa membuat ruang (waktu)
melengkung/terlipat, semakin besar massa, semakin melengkung ruang(waktu).
Sulitdibayangkan.Di tahun 1919, Arthur
Eddington membuktikan, ketika pada waktu itu terjadi Gerhana Matahari Total,
bintang-bintang di sekitar Matahari teramati dalam posisi yang bergeser dari
posisi yang seharusnya. Tentu saja pada saat gerhana, bintang-bintang bisa
diamati pada siang hari. Dan bukti pengamatan tersebut menunjukkan bahwa
Einstein memang benar. Bagaimana bintang bisa bergeser dari posisi yang seharusnya?
Karena medan gravitasi Matahari membelokkan arah pancaran cahaya bintang.Tapi bukti pembengkokan cahaya oleh Matahari
pada saat gerhana itu tidak ada hubungannya dengan wormhole. Pembuktian oleh
Eddington tersebut menunjukkan bahwa teori Relativitas Einstein itu benar. Dari
teori itu, satu pemikiran fundamental yang kita tahu kemudian adalah, bahwa
massa mempengaruhi ruang dan waktu. Secara umum gravitasi berkaitan erat dengan
geometri, bagaimana arah cahaya bisa berbelok, itu tidak terbayangkan sebelumnya.
Secara sederhana, bagaimana hubungan gravitasi dan geometri bisa digambarkan
seperti gambar berikutini.Perlu dipahami
bahwa sebelum Einstein, ruang dan waktu adalah dua entitas yang terpisah,
tetapi teori Einstein menyatakan bahwa ruang dan waktu merupakan entitas
tunggal yang tidak terpisahkan. Dengan demikian, geometri disini perlu dipahami
sebagai relasi ruang-waktu.
Kembali pada pekerjaan Einstein, teori Einstein mempergunakan
teori matematis yang dikenal sebagai persamaan medan Einstein, dan solusinya
dikenal sebagai solusi Scwarzschild. Solusi teori ini menguraikan tentang medan
gravitasi pada massa yang simetri-bola, tidak berotasi. Solusi ini adalah yang
menjadi cikal-bakal adanya blackhole (Blackhole Schwarzschild).
Di tahun 1916, tidak lama setelah Einstein memperkenalkan teori
Relativitas. Ludwing Flamm menyadari bahwa persamaan Einstein mempunyai solusi
yang lain, dikenal sebagai White Hole, dan bahwa kedua solusi tersebut
menguraikan adanya dua daerah dalam ruang-waktu (datar) yang terhubungkan
(secara matematis) oleh adanya suatu ‘lorong’ ruang-waktu. Karena teori belum
mengatakan dimana wilayah ruang waktu itu di dunia nyata, jadi bisa saja
black-hole sebagai pintu masuk dan white hole sebagai pintu keluar, tapi bisa
saja di dunia yang sama dengan kita (ruang waktu yang bisa kita pahami), atau
di ruang dan waktu yang lain (semesta lain, semesta paralel, masa lalu,
sekarang, masa depan). Tetapi, White Hole melanggar Hukum Ke-2 Termodinamika,
dengan demikian, keberadaan White Hole sulit diterima secara mudah.
Pada tahun 1935, Albert Einstein dan Nathan Rosen mempelajari
lebih lanjut kaitan Black Hole dan White Hole tersebut, bahwa dari perumusan
teori Relativitas Umum, struktur ruang-waktu yang melengkung bisa menghubungkan
dua wilayah dari ruang-waktu yang jauh, melalui suatu bentuk serupa lorong,
sebagai jalan pintas dalam ruang. Pekerjaan ini secara formal dikenal sebagai
jembatan Einstein-Rosen. Tujuannya bukan untuk mempelajari perjalanan yang
lebih cepat dari cahaya atau perjalanan antar semesta, tetapi lebih pada
mencari penjelasan pada partikel fundamental (seperti elektron) dalam
ruang-waktu. Jembatan Einstein-Rosen ini dikenal juga dengan nama lain, seperi
Lorentzian Wormhole atau Schwazschild wormhole.
Pada tahun 1962, John Wheeler dan Robert Fuller menunjukkan
bahwa wormhole tipe jembatan Einstein-Rosen tidak stabil, menyebabkan cahaya
pun tidak dapat melewatinya sesaat wormhole terbentuk. Lalu, apakah wormhole
tidak bisa dilalui? (Traversable)? Kita akan meninjau tentang traversable wormhole
sejurus nanti.
Demikian, sejak saat itu, teori tentang wormhole terus menerus
dikaji. Demikian juga, urban legend tentang wormhole pun hadir di tengah
masyarakat, khususnya dalam literatur fiksi ilmiah.
Teori ilmiah tentang wormhole terus berkembang. Semuanya
mempunyai prinsip yang sama, yaitu solusi matematis mengenai hubungan geometris
antara satu titik dalam ruang-waktu dengan titik yang lain, dimana hubungan
tersebut bisa berperilaku sebagai ‘jalan pintas’ dalam ruang-waktu.
Bagaimana wormhole terbentuk? Kembali pada ilustrasi gambar
Bumi. Jika ada kelengkungan ruang-waktu pada suatu titik, dan tersambung dengan
kelengkungan pada ruang-waktu yang lain, maka demikian lah gambaran wormhole
ada. Seperti pada ilustrasi berikut, yang diambil dari film Stargate S1,
seolah-olah semuanya itu indah dan menyenangkan. Seperti pintu Doraemon, kita
buka pintu-nya, lalu kita sampai di suatu tempat yang jauhh sekali. Ah indahnya
fiksi ilmiah.
Wormhole yang berkaitan
dengan hubungan dalam ruang-waktu, dikenal sebagai Laurentzian wormhole.
Hubungan disini tentu saja dikatakan sebagai jalan pintas, karena jika
perjalanan dari Gerbang ke Bulan, bisa dilakukan jauh lebih cepat, bahkan lebih
cepat daripada laju cahaya menempuh jalur normal. (Tentu saja artian lebih cepat
dari laju cahaya ini karena menggunakan jalur yang lebih pintas, bukan karena
‘lebih cepat dari laju cahaya’). Itu tentu saja, bila perjalanan memang dapat
dilakukan melalui wormhole.Tetapi, kompleksitas muncul, karena, apakah kita
bisa menentukan ujung perjalanan kita? Apakah kita akan keluar di ujung, di
semesta yang sama? Atau di semesta paralel? Atau kita muncul di waktu yang
sama? Apakah kita muncul di waktu kita? Atau di masa lalu? Atau masa depan?
Tentu saja semua mungkin, karena Laurentzian wormhole merupakan produk dari
Teori Relativitas Umum yang menyatakan bahwa semua bergerak baik dalam ruang
maupun dalam waktu. Lorentzian wormholes terbagi dalam dua jenis:
1) Inter-universe
wormholes, wormholes yang menghubungkan semesta kita dengan ’semesta’ yang
lain. Ini adalah dugaan tentang adanya semesta paralel.
2) Intra-universe wormholes, wormhole yang menghubungkan dua daerah dalam
semesta yang sama.Ada juga
wormhole lain yang dikenal sebagai Euclidean wormholes, yang mana, wormhole ini
ada dalam proses yang sangat mikro, karena menjadi perhatian utama para ahli
teori medan quantum. Dengan demikian wormhole jenis ini, pada saat ini tidak
akan dibahas, dan Laurentzian wormhole adalah wormhole yang kita bahas.
Kembali pada pertanyaan, apakah mungkin kita melakukan
perjalanan melalui wormhole? Kip Thorne dan Mike Morris pada tahun 1988
mengusulkan bahwa wormhole bisa dipertahankan kestabilannya mempergunakan
materi eksotik (materi yang masih teoritis, dan belum ditemukan di dunia,
dengan perilaku seperti massa yang negatif atau menolak gravitasi, alih-alih
patuh pada hukum Gravitasi Newton). Model teori ini dikenal sebagai
Morris-Thorne wormhole. Teori-teori yang kemudian dikembangkan untuk
mempertahankan kestabilan wormhole, sehingga bisa dilalui, sampai saat ini
berpedoman pada argumentasi bahwa, tidak ada materi yang kita ketahui bisa
berperanan untuk mempertahankan kestabilan, karena membutuhkan adanya energi
negatif.
Kendati wormhole masih menjadi wacana teori (dan urban legend),
tetapi belum ada bukti yang bisa mendukung keberadaannya, baik dari pengamatan
maupun secara eksperimen. Apakah kemudian wormhole itu tidak mungkin ada? Atau
mungkinkah wormhole dibuat?
Secara teori, kita bisa membangun wormhole. Caranya? Supaya
ruang-waktu bisa terlipat dibutuhkan materi dan energi yang sangat luar biasa,
jadi kita tinggal mencari materi yang sangat padat di luar angkasa sana, sebut
saja, dari bintang ne(u)tron. Kenapa bintang netron? Bintang netron adalah
jenis bintang yang massa-nya mencapai 1,35 sampai 2,1 kali masssa Matahari,
tetapi dengan radius hanya 20 sampai 10 km, mencapai 30 ribu – 70 ribu lebih
kecil daripada Matahari. Dengan demikian, maka berat-jenis bintang netron
mencapai of 8×10^13 to 2×10^15 g/cm^3.
Seberapa banyak? “Secukupnya” sampai bisa membentuk cincin
raksasa seukuran orbit Bumi mengelilingi Matahari. Kemudian, buat cincin yang
lain di ujung yang lain. Setelah konstruksi cincin raksasa di kedua ujung
tersebut selesai, berikan tegangan listrik yang sangat tinggi, pada kedua
ujungnya, diputar sampai mencapai laju cahaya dua-duanya, dan voila, perjalanan
lintas ruang-waktu seketika.
Fakta bahwa perjalanan menembus waktu, apabila meloncat ke masa
depan itu bisa diterima, karena memang tidak bertentangan dengan Teori
Relativitas Khusus, tetapi jika perjalanan-nya mundur dalam waktu? Itu menjadi
kontroversi, sulit dipahami, bahkan bisa menimbulkan paradoks.
Bila, salah satu ujung wormhole yang tadi telah dibuat tersebut
digerakkan dengan laju mencapai laju cahaya, dan sesuai dari teori Relativitas
Khusus, semakin laju suatu benda, mencapai kecepatan cahaya, waktu berjalan
menjadi lambat. Gerak relatif tersebut menciptakan perbedaan waktu antara
keduanya. Sedemikian sehingga tercipta adanya lorong yang ujung-ujungnya
berbeda waktu. Jika dari ujung yang diam, seseorang bergerak jauh ke masa
depan, tapi kebalikannya, dari ujung yang bergerak, dia akan kembali ke masa
lalu.
Disinilah kontroversinya, jika seseorang kembali dari masa
depan, lalu membunuh orang-tuanya sebelum dia dilahirkan, lalu bagaimana dia
bisa ‘ada’ dan melaksanakan misi membunuh orang-tuanya? Dengan pengetahuan akan
teori Quantum, Stephen Hawking memperkenalkan ‘Konjektur Perlindungan
Kronologi’, yang bisa ‘melindungi’ perjalanan antar waktu tersebut. Karena
secara teori, di dalam lorong pasangan partikel-antipartikel secara terus
menerus tercipta dan saling meniadakan, dengan demikian energi meluap dengan
amat sangat, bahkan bisa melebihi energi eksotis yang diperlukan untuk membuka
gerbang wormhole. Dan wormhole akan terganggu dan tertutup, bahkan sebelum
mesin waktu tercipta. Lalu apakah dengan demikian mesin waktu itu tidak
mungkin?
Apapun yang mungkin sebenarnya bisa terjadi, apakah wormhole
sebagai mesin waktu ada? Bisa terjadi? Atau sebagai portal antar ruang? Semua
masih terbuka, masih harus menunggu penantian yang panjang, karena masih harus
mencari pemahaman dan penyatuan teori mekanika quantum dan gravitasi.